Kamis, 01 Agustus 2013

AL-WARRAQ : profesi penyalin buku pada masa peradaban Islam

Keterbatasan peralatan tulis menulis atau mesin untuk menggandakan sebuah karya pada masa lalu pada sebuah peradaban Islam. Keterbatasan tersebut tidak menyurutkan langkah, yang kemudian munculah tradisi penyalinan buku. Seperti dinyatakan, bahwa dunia tulis menulis memainkan peranan yang penting dalam peradaban Islam, hal seperti itu jarang ada pada kebuyaan lain. Selanjutnya dinyatakan :

DIPERLUKAN PUSTAKAWAN PROFESIONAL UNTUK MENGELOLA KOLEKSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR

Perpustakaan sebagai sebuah pusat pengetahuan dan pusat pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat karena didalamnya tersedia begitu banyak informasi tentang ilmu pengetahuan. Dengan kekayaan sumber ilmu pengetahuan yang dimilikinya,  perpustakaan sebenarnya merupakan salah satu faktor pendukkung utama bagi sebuah lembaga pendidikan, seperti halnya Sekolah Dasar.  
 
Sebagai sebuah lembaga pelayanan, perpustakaan sekolah dasar perlu mengembangkan mutu layanan perpustakaan. Adapun beberapa komponen utama yang menjadi pokok pengembangan, yaitu sumberdaya manusia, koleksi, sistem layanan, dan fasilitas pendukungnya. Pada kesempatan ini akan dibicarakan tentang komponen yang pertama “sumberdaya manusia”, dalam hal ini terdapat pertanyaan besar, yaitu “Sudahkah Perpustakaan SD dikelola oleh orang yang memiliki kompetensi?”
Sumberdaya Manusia di Perpustakaan SD
Penulis menemui pada sebagian besar SD, perpustakaannya masih dikelola secara sambilan oleh guru, padahal guru sudah memikul beban mengajar dan pekerjaan lainnya yang cukup berat. Hal tersebut mengisyaratkan,  bahwa perpustakaa SD kurang mendapatkan perhatian kalau tidak mau dikatakan tidak mendapatkan perhatian.
Gambar 1.Kondisi Koleksi Perpustakaa
Kondisi sumberdaya manusia pada perpustakaan SD seperti tersebut di atas, akan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan koleksi yang tidak sesuai dengan standar dan kaidah pengelolaan koleksi perpustakaan, karena orang yang mengelola tidak tahu bagaimana koleksi harus diperlakukan atau diolah. Kenyataan tersebut masih banyak dijumpai di perpustakaan sekolah dasar. Bahkan ada perpustakaan SD yang koleksinya, selama bertahun-tahun tidak diolah sebagaimana mestinya, sehingga akan menyulitkan penyimpanan dan penemuan kembali (storage and retrievel) koleksi tersebut.  Gambar 1 adalah merupakan potret yang terjadi dilapangan, terlihat ada buku yang masih di dalam kardus dan didalam lemari yang belum diolah sama sekali, padahal buku tersebut sudah lama diterima (hampir satu tahun), ini menurut pengakuan dari pengelolanya.Kejadian tersebut merupakan fakta bahwa perpustakaan sekolah dasar sudah saatnya dikelola oleh seseorang yang mempunyai kompetensi, karena untuk mengolah bahan perpustakaan diperlukan keahlian ataupun keterampilan tertentu yang harus dimiliki sebagai seorang pustakawan yang profesional.
Profesionalisme Pustakawan
Di dalam Pasal 29 ayat (2) disebutkan, bahwa Pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Dengan demikian pustakawan di perpustakaan SD seharusnya seseorang yang professional, atau seseorang yang berprofesi sebagai pustakawan, tidak asal comot.
 
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Sedangkan profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengendalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu menuruit keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang atau mengisi waktu luang.  
 
Profesionalisme pustakawan tercermin pada kemampuan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan dalam mengelola dan  mengembangkan pekerjaan di bidang kepustakawanan serta kegiatan yang terkait secara mandiri. Didalam pelaksanaan pekerjaan/tugas sehari-hari seorang pustakawan dituntut untuk profesional. 
 
Dalam UU No.43 Tahun 2007, pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, yang tugasnya melakukan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Adapun pustakawan sebagai profesi, harus memenuhi perysaratan-persyaratan, sebagai berikut : (1) pendidikan pada tingkat perguruan tinggi, (2) memiliki organisasi profesi, (3) berorientasi pada jasa, (4) memiliki kode etik, (5) dan adanya kemandirian.
Gambar 2. Penjajaran Koleksi
Pustakawan dengan persyaratan seperti disebutkan di atas, belum banyak dijumpai pada perpustakaan SD. Sehingga penulis masih banyak menjumpai pengelolaan koleksi di perpustakaan SD yang belum dikelola secara baik dan benar. Sebagai contoh dalam penjajaran koleksi buku dirak yang masih banyak yang asal dimasukan ke dalam rak (seperti gambar 2).
 Dengan melihat beberapa hal seperti disebutkan di atas, seharusnya perpustakaan SD dikelola oleh orang yang mempunyai kompetensi sehingga dapat mengelola perpustakaan secara professional. Saat sekarang sudah waktunya perpustakaan sekolah dasar dikelola oleh tenaga profesional, yaitu seorang pustakawan yang berlatar belakang pendidikan perpustakaan.
Penutup
            Dari uraian di atas sangat jelas, bahwa pengelolaan perpustakaan sekolah dasar tidak bisa diserahkan kepada orang yang tidak tepat, karena akan berpengaruh terhadap pengelolaan koleksi bahan perpustakaan. Bahan perpustakaan tersebut akan menjadi sumber informasi bagi siswa dan guru dalam menunjangn kegiatan belajar mengajar. Jika koleksi sumber informasi dikelola oleh orang yang tepat, maka akan memudahkan dalam pencarian kembali dan pemanfaatannya sebagai sumber belajar.

STANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR

Hingga hari ini tanggal 22 Januari 2012, masih ada (jika tidak mau dikatakan banyak), Perpustakaan Sekolah Dasar yang masih dikelola secara sambilan oleh guru yang sangat mungkin guru tersebut sudah banyak beban tugas yang harus ditanggung. Kondisi tersebut akan sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan perpustakaan sekolah dasar.

KOMPETENSI PUSTAKAWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA

Komptensi adalah kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan, dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tesebut. Kompetensi yang dibutuhkan oleh pustakawan dapat dibagi menjadi :

TUJUAN DAN FUNGSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR

Tujuan Perpustakaan Sekolah Dasar
Penyelenggaraan perpustakaan sekolah dasar memiliki tujuan utama untuk meningkatkan mutu pendidikan bersama-sama dengan unsur-unsur sekolah lainnya. Sedangkan tujuan lainnya adalah menunjang, mendukung, dan melengkapi semua kegiatan baik kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler, Selain hal tersebut dimaksudkan pula dapat membantu menumbuhkan minat dan mengembangkan bakat siswa serta memantapkan strategi belajar mengajar. Secara operasional,
tujuan  perpustakaan sekolah dasar jika dikaitkan dengan pelaksanaan program di sekolah, diantaranya adalah :

DIMENSI KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN

Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan adalah LibQual+™ (Library Quality). LibQual+TM dikembangkan dari SERVQUAL yang dirancang untuk mengukur kualitas layanan pada industri jasa. LibQual+™ dicetuskan pada tahun 1999 oleh para pakar di bidang ilmu perpustakaan dan informasi yang tergabung dalam ARL (Association Research Library) di Amerika Serikat bekerjasama dengan Texas A&M University, setelah melalui kajian yang lama. Metode ini dianggap paling mutakhir dan kini digunakan oleh hampir seluruh perpustakaan di Amerika Serikat, Eropa, United Kingdom, dan Australia.

Kualitas pelayanan perpustakaan akan memiliki perbedaan dengan kualitas pelayanan pada perusahaan jasa maupun manufaktur. Beberapa penyedia jasa memiliki kekhususan, karena nilai yang dipikirkan oleh pelanggan (CPV-costumer perceived value) akan berbeda antara masing-masing pengguna jasa. Demikian halnya di perpustakaan akan memiliki karakteristik kualitas layanan yang berbeda (Cook, 2010: 4-12).

Dimensi kualitas pelayanan perpustakaan dikembangkan oleh ARL (The Association of Research Libraries) dari SERVQUAL yang dikemukakan oleh A. Parasuraman et alyang terdiri dari lima dimensi seperti tersebut di atas, menjadi Library Quality (LibQUAL) yang terdiri dari tiga dimensi tentang kualitas pelayanan perpustakaan, yaitu pengaruh layanan (affect of service), pengendalian informasi (information control), dan perpustakaan sebagai tempat  (library as place), hal tersebut seperti dikemukakan oleh Cook (2010: 4).
Kemudian didalam  LibQUAL+™ dimensi dalam kualitas pelayanan terdiri dari : (Fatmawati, 2011: 69-70).
  1.  Kemampuan dan Sikap Pustakawan dalam melayani (service affect), dengan indikator yang meliputi : empati/kepedulian(empathy), daya tanggap (responsiveness), jaminan/kepastian (assurance), dan reliabilitas/kehandalan (reliability).
  2. Fasilitas dan Suasana ruang perpustakaan (library as place),  dalam hal ini perpustakaan adalah merupakan tempat yang memiliki kemampuan untuk menampilkan sesuatu secara nyata. Indikatornya adalah berwujud/ada bukti fisik (tangibles), fasilitas fisik, bagaimana perpustakaan dalam memanfaatkan ruang, peralatan, perabotan, ketersediaan sarana peralatan komunikasi dan petugas, maupun sebagai simbol, serta tempat belajar yang nyaman.
  3.  Petunjuk san sarana akses (personal control), dalam hal ini berkaitan dengan kemudahan akses, kenyamanan individu pemustaka, peralatan yang modern, dan kepercayaan diri.
  4. Akses Informasi (information access), hal ini menyangkut kekuatan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan, yaitu meliputi kelengkapan koleksi, bimbingan penelusuran informasi, dan kecepatan waktu akses informasi di perpustakaan
Sumber :

Cook, Collen,  Michael Maciel,  A Decade of Assesment at a Research-Extensive University Library Using LibQUAL+®, Research Library Issues 271 :  A Bimonthly From ARL, CNI, AND SPARC, (AUGUST 2010), hlm. 4-12.
Fatmawati, Endang. Kajian Teoritis Mengenai Metode LibQUAL+™ untuk Mengevaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan. Libraria, Vol. 1 No.1 Juli 2011, hlm. 66.

MENINGKATKAN PELAYANAN INFORMASI MELALUI PENERAPAN BAURAN PEMASARAN DI PERPUSTAKAAN

Perpustakaan sebagai sebuah organisasi yang memberikan pelayanan kepada pemustaka, tetaplah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik. Sebuah pelayanan di perpustaka- an dapat dinilai baik, apabila pelayanan tersebut dapat memberikan nilai kepuasan bagi pemusta-kanya. Terkadang tidak disadari oleh para pengelola perpustakaan, bahwa perpustakaan dapat dikatakan sebagai “perusahaan” yang secara tidak langsung “menjual” jasanya kepada pemustaka. Sebagai sebuah “perusahaan” yang menjual jasa kepada pemustaka, perpustakaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya yang dalam hal ini adalah pemustaka. 

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka. Salah satu hal yang dapat diberikan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka adalah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada mereka. Adanya penerapan sebuah konsep layanan yang berorientasi kepada pemustaka sangatlah diperlukan, karena fungsi dari lembaga informasi adalah untuk mendekatkan kebutuhan pemustaka. Lembaga informasi/ perpustakaan memiliki tugas untuk memfasilitasi, bukan untuk mensabotase kebutuhan pemustaka.[1]
 
Dalam dunia pemasaran dikenal sebuah konsep yang dikenal dengan bauran pemasaran dengan paradigma 4C, yaitu sebuah konsep pemasaran yang berorientasi kepada konsumen dalam menjual produknya. Apabila diterapkan di perpustakaan, produk yang dijual dalam hal ini adalah jasa yang diberikan oleh perpustakaan kepada pemustaka. Salah satu bentuk jasa dalam hal ini adalah pelayanan informasi yang diberikan perpustakaan kepada pemustaka.
 
Bauran pemasaran (marketing mix) juga dikenal sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target market. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasinya. Konsep bauran pemasaran tidak mutlak milik perusahaan atau organisasi bisnis, tetapi juga dapat diterapkan pada perpustakaan.
 
Dalam  proses pemasaran, akan menyentuh elemen-elemen pemasaran dari hari ke hari, misalnya interaksi antara pustakawan dengan dengan pemustaka, termasuk disini adanya penyediaan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan pemustaka. Ada beberapa kegiatan perpustakaan yang secara eksplisit terkait dengan proses pemasaran misalnya survey perilaku pemustaka dan lainya.[2]
 
Bauran pemasaran (marketing mix) dengan paradigma 4C yang terdiri dari costumer value, cost to the costumer, convenience dan communication. Konsep tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang maksimal.
 
Penerapan konsep bauran pemasaran  4C, yaitu : (1) Costumer value,  yang berarti perpustakaan harus memperhatiakn need and want dari pemustakannya yang diharapkan akan menambah nilai dari pelayanan informasi, misalnya dengan menambah jam layanan. (2) Cost to the Costumer, perpustakaan harus mempertimbangan antara informasi yang diberikan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemustaka. (3) Convinience, dalam penerapan konsep ini perpustakaan harus dapat memberikan kenyaman dalam hal akses informasi kepada pemustaka. (4) Communication, komunikasi dalam konsep pemasaran lebih ditekankan pada aspek promosi, dalam hal tersebut adalah untuk memperkenalkan kepada pemustaka tentang jasa dan layanan informasi di perpustakaan. Selanjutnya diharapkan pemustaka akan datang dan memanfaatkan layanan informasi di perpustakaan. 

Konsep tersebut di atas memungkinkan terciptanya sebuah perpustakaan yang berorientasi kepada pemustaka, sehingga diharapkan dengan penerapan bauran pemasaran tersebut akan meningkatkan tingkat kepuasan pemustaka. (by djoko prasetyo)


[1] Raddon, Rosemary (ed). Information Dynamics. Brookfield, Vermon: Gower, 1996; 112.
[2]Corrall, Sheila, Breverton, Antony. The New Professional’s Handbook : your guide to information services management. London : Library Association Publishing, 1999.247.

KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN PERPUSTAKAAN

by Djoko Prasetyo Komunikasi bukanlah suatu yang dapat diabaikan oleh perpustakaan, segala hal tentang organisasi, jasa layanan, staf,...