Keterbatasan peralatan tulis menulis atau mesin untuk menggandakan
sebuah karya pada masa lalu pada sebuah peradaban Islam. Keterbatasan
tersebut tidak menyurutkan langkah, yang kemudian munculah tradisi
penyalinan buku. Seperti dinyatakan, bahwa dunia tulis menulis memainkan
peranan yang penting dalam peradaban Islam, hal seperti itu jarang ada
pada kebuyaan lain. Selanjutnya dinyatakan :
“Ilmu yang berarti seluruh dunia pemikiran menarik orang-orang Muslim
lebih dari segalanya di jaman kejayaan Islam dan beberapa waktu setelah
itu.Kehidupan yang berkembang di dalam masjid menyebar keluar, dan
meninggalkan jejaknya di kalangan yang berpengaruh dimana-mana. Para
pembesar dan orang kaya mengumpulkan para ilmuwan dan sastrawan, dan
merupakan hal yang lazim bagi pembesar untuk mengadakan diskusi
(majelis) sekali atau dua kali dalam seminggu.”
Pada jaman dahulu, para pakar ilmu sastra dan cendekiawan dari berbagai
bidang ilmu pengetahauan, mereka akan menyalin sendiri karya-karyanya
untuk diperbanyak dan untuk disebarluaskan, yang kemudian para pakar
tersebut menjalani profesi baru sebagai seorang penyalin buku yang biasa
disebut warraq.
Warraq merupakan kata dalam bahasa Arab yang artinya stasioner atau
pembuat kertas. Makna dalam konteks Islam tradisional dan termasuk
penulis, penerbit, printer, pencatat. Dan mesin untuk memperbanyak
buku. Dengan demikian seorang warraq tidak hanya saja menyalin buku,
akan tetapi bisa juga mereka adalah seorang ilmuwan atau sastrawan yang
memperbanyak karya-karyanya sendiri. Selaian itu bisa juga warraq
menjadi penerbit, atau pencatat.
Pada saat itu banyak ilmuan yang juga menjadi warraq, para ilmuwan
tersebut mempunyai alasan yang kuat saat memutuskan untuk menyalin
sendiri bukunya, yaitu supaya dapat mempelajari dengan lebih baik buku
yang mereka tulis. Penyalinan yang dilakukan sendiri, dengan maksud
untuk memastikan kandungan buku yang disalin itu benar dan tak ada
kesalahan. Banyak juga cendekiawan yang mempekerjakan penyalin buku guna
menyalin karya mereka. Langkah ini bertujuan agar pekerjaan para
cendekiawan tersebut lebih ringan sehingga bisa berkonsentrasi untuk
menuliskan karya lainnya, hal tersebut membuat profesi baru yaitu
profesi penyalin.
Profesi sebagai penyalin disebut warraq (dari kata waraq, waraqa,
“lembaran”); sebagai pencatat disebut nassakh. Banyak orang yang
berkecimpung dalam penelitian, mereka banyak melakukan pencatatan,
sehingga posisi seorang warrag secara alamiah muncul ditengah aktivitas
ilmiah. Banyak ilmuan dan sastrawan penting yang melekatkan sebutan
al-warraq atau “si penyalin” dibelakang nama mereka. Sehingga dengan
adanya profesi penyalin tersebut bidang sastra berkembang dengan pesat.
Disebutkan, bahwa al-warraq adalah sebuah pekerjaan untuk mencari uang
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar